BPR atau Reengineering Proses Bisnis secara umum
didefinisikan sebagai pemikiran ulang
secara fundamental dan mendesain ulang proses bisnis
untuk meraih perbaikan dramatis
dalam ukuran performansi yang kritis seperti ongkos,
servis dan kecepatan (Hammer dan
Champy, 1993). Kunci dari definisi diatas adalah
fundamental, radikal dan dramatis, yang
membedakan reenginering dari metode perbaikan yang
lain (continous improvement dan
benchmarking). Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kertas
bersih.
2. FIRST AND SECOND WAVES OF BPR
Gelombang Pertama :
- Ruang Lingkup,
Kesuksesan dan State of BPR
- Metodologi BPR
dan Teknologi Informasi
- Masalah-masalah
dalam BPR
Gelombang Kedua :
- BPR dan Supply
Chain Management (SCM)
- BPR dan Knowledge
Management (KM)
- BPR dan Web
Enabled e-Business
3. Evolusi BPR :
4. Web-enabled e-Business dan Gelombang ke-2 BPR :
BPR untuk
e-Business mendesain ulang baik perusahaan dan proses penawaran di Internet,
yaitu ciri-cirinya:
~Urgensi akan
meningkat.
~Perubahan model
bisnis.
~Peluang untuk
info.
~Ubiquity akan
meningkat.
~Proses pelaksanaan
BPR akan berubah untuk mengambil keuntungan dari Internet.
5. Empat Tahap Evolusi E-business
Tahap Inform
Pada tahap awal ini,
yang biasanya terjadi adalah adanya unit-unit kecil di dalam perusahaan yang
mulai mencoba membangun program-program kecil (software) berbasis internet.
Contohnya adalah pengembangan homepage yang menampilkan profil organisasi di
internet, atau membangun website yang isinya adalah produk-produk dan jasa-jasa
yang ditawarkan perusahaan kepada pelanggannya, atau sebuah situs yang berisi
berita-berita mutakhir di bidang tertentu yang berkaitan dengan tugas sebuah
unit perusahaan, dan lain-lain.
Tahap Automate
Tahap berikutnya
adalah mencoba untuk mengintegrasikan beberapa unit di dalam perusahaan yang
masing-masing telah mengimplementasikan konsep kecil e-business. Yang menjadi
dasar penggabungan modul-modul ini biasanya adalah sebuah rangkaian proses yang
saling berhubungan. Contohnya adalah proses pengajuan anggaran dari
masing-masing unit ke divisi keuangan. Melalui aplikasi atau modul situs yang
lebih dinamis (berbasis database), setiap unit memasukkan rencana anggarannya
ke dalam sebuah aplikasi dan bagian keuangan secara otomatis menerima
konsolidasi anggaran dari seluruh unit yang ada di perusahaan.
Tahap Integrate
Tahap selanjutnya
dari pengembangan aplikasi e-business adalah mengintegrasikan proses bisnis
perusahaan dengan perusahaan atau entiti-entiti lain yang ada di luar
perusahaan. Bedanya dengan automate yang lebih menekankan pada target
efektivitas, pada integrate tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan dan
mengembangkan kinerja perusahaannya secara signifikan. Level integritas proses
bisnis antara perusahaan dengan pihak luar pada tahapan ini sangat tinggi;
bahkan tidak jarang dibutuhkan suatu manajemen integrasi proses bisnis yang
online dan real-time. Contoh yang kerap dipakai untuk mengilustrasikan tahap
ini adalah aplikasi “package delivery tracking” yang dimiliki Federal Express
maupun DHL yang memungkinkan pelanggan melalui komputernya (internet) melacak
status pengiriman paketnya (yang bersangkutan dapat mengetahui posisi terkini
dari paket yang dimaksud).
Tahap Reinvent
Tahap terakhir di
dalam evolusi dapat secara efektif diimplementasikan jika ada perubahan
paradigma mendasar dari manajemen perusahaan, terutama yang berkaitan dengan
cara mereka melihat bisnis yang ada. Tahap ini dinamakan sebagai “reinvent”
karena perusahaan yang telah memiliki pengalaman sukses menerapkan konsep
e-business pada tiga tahap sebelumnya ditantang untuk mendefinisikan ulang
mekanisme dan model bisnisnya dengan berpedoman pada peluang-peluang usaha baru
yang ditawarkan oleh e-business. Lihatlah bagaimana perusahaan retail dan
distribusi merubah total bisnisnya menjadi penyedia jasa informasi (portal)
sehubungan dengan consumer products yang ditawarkan, atau perusahaan pembuat
perangkat lunak aplikasi internet yang meredifinisikan ulang usahanya menjadi
perusahaan outsourcing di bidang Customer Relationship Management, atau
perusahaan penjual buku-buku asing yang berubah menjadi perusahaan penterjemah
bahasa-bahasa asing, dan lain sebagainya.
6. Pemicu dan Target Proses BPR:
~Pemicu:
- Ketidakpuasan
pelanggan / tekanan kompetitif
- Biaya yang
tinggi / keuntungan berkurang
- Panjang siklus
waktu
~Target proses :
-Sangat terstruktur
-Mudah didukung oleh IT
-Langsung berdampak pada pelanggan.
7. Kesalahan Dalam Business Process Reengineering
Implementasi BPR yang menghasilkan
perubahan dramatis dalam proses bisnis bisa memiliki resiko kegagalan yang
tinggi. Resiko ini timbul karena dalam implementasi BPR seringkali perusahaan
melakukan beberapa kesalahan sebagai berikut :
1. Reengineering too many processes
Karena ingin meniru keberhasilan
perusahaan lain dalam melakukan BPR, maka perusahaan melakukan BPR pada banyak
proses sekaligus. Kurangnya fokus pada satu proses dan munculnya
masalah-masalah yang tidak diperkirakan sebelumnya akan mengakibatkan kekacauan,
yang akhirnya membuat perusahaan terjebak dan tidak mendapatkan ide yang
inovatif dan perbaikan yang besar. Analisa mendetil yang telah dilakukan
sebelum proses reengineering menjadi sia-sia dan perusahaan
akhirnya gagal dalam proses reengineering.
2. Delay in showing result
Hammer dan Stanton menyatakan, “Sejak
anda mulai memikirkan proses sampai anda mendapatkan benefitnya untuk
dipertunjukan, seharusnya semua itu tidak lebih dari 12 bulan.” Hal ini tidak
berarti bahwa seluruh proses telah selesai, melainkan untuk menunjukan
perkembangan yang terjadi dan menuju ke level yang lebih tinggi. Keterlambatan
menunjukan hasil dapat memberikan kesan bahwa implementasi BPR itu gagal.
Karena itu penting untuk semua pihak yang terkait dalam proses reengineering (CEO, leader, process owners, dan reengineering team) untuk menjaga motivasi dan
tidak terlepas dari proses reengineeringdengan
menunjukan sukses yang dicapai.
3. Discontinuance after achievement
Perusahaan cenderung tidak melanjutkan
proses reengineering saat mereka sudah mencapai benchmark yang diinginkan. Padahal seharusnya
perusahaan menerapkan ide Kaizen, yaitu fokus pada continuous improvement (seperti tahapan-tahapan BPR di atas
yang merupakan siklus yang berkelanjutan). Karena itu adalah tugas dari leader untuk memotivasi dan memastikan improvementselanjutnya,
meskipun perusahaan sudah mencapai goal-nya.
8. Solusi : BPR harus dilakukan dengan cara yang benar
Untuk menghindari kesalahan yang dapat
mengakibatkan kegagalan dalam implementasi BPR, maka sebaiknya BPR dilakukan
dengan beberapa syarat/kondisi sebagai berikut :
1. BPR
dipersiapkan dengan strategic
planning, dimana IT menjadi penunjang utama dan terintegrasi dengan proses reengineering sejak awal.
2. BPR
harus bersumber dari perusahaan sendiri, bukan berasal dari grup atau konsultan
diluar perusahaan.
3. BPR
harus didukung oleh Top
Executives perusahaan.
4. BPR
harus memiliki timetable,
dimana idelnya adalah antara 3 sampai 6 bulan.
5. BPR
tidak menghilangkan corporate
culture dan harus menekankan
pada komunikasi dan feedback yang konsisten.
Dengan demikian, perusahaan yang
melakukan BPR akan mendapatkan perubahan yang dramatis dalam performance biaya, kualitas, service dan kecepatan-nya.
Sumber :
-Slide BinusMaya
-Google